Kamis, 09 Mei 2013

MJIB - (4). Islamisasi di Bali Timur (Klungkung & Karangasem)


Penulis : Achmad Suchaimi


Tulisan ini juga bisa dibaca di
http://www.barokalloh.com/detailpost/proses-islamisasi-di-bali-timur


Pura Dasar Bhuwana, awal pusat pemerintahan Kerajaan Gegel, Klungkung


Jejak keberadaan Islam di Bali dapat dilihat dari beberapa segi, diantaranya :
1. Jejak Sejarah Tersebarnya Islam di Bali
2. Akultutasi Tradisi-Budaya Islam dan Hindu Bali
3. Makam Keramat Walipitu Bali

 Datangnya Islam bersamaan dengan masuknya orang-orang Islam asal Jawa yang ditugasi kerajaan Majapahit sebagai pengiring Raja Gelgel (saat ini termasuk wilayah Kabupaten Klungkung) yang ketika itu menjadi pusat kerajaan di Bali. Ada yang mengatakan bahwa Peristiwanya terjadi pada masa Raja Dalem Ketut Ngelesir, dan ada yang berpendapat pada masa Raja Dalem Waturenggong, putra Dalem Ketut Ngelesir. 
Istana Semarapura: pusat kerajaan Klungkung
 Menurut Tim Peneliti Pemda Tk. I Bali (1979/1980) tentang “Sejarah Masuknya Islam di Bali”, bahwa Islam pertama kali masuk ke Bali pada akhir abad ke-14 M di masa pemerintahan Raja Dalem Ketut Ngelesir, raja Gelgel pertama 1) yang berkuasa pada tahun 1380-1460 M. Dengan alasan bahwa Dalem Ketut Ngelesir merupakan satu-satunya Raja Gelgel yang pernah berkunjung ke kraton Majapahit dalam rangka mengikuti Pertemuan Agung Raja-Raja se Nusantara atas undangan Raja Hayam Wuruk (1350 - 1389). Selesai acara, Raja Dalem Ketut Ngelesir pulang ke kraton Gelgel dengan diantar oleh 40 orang dari Majapahit sebagai pengiring dan menjadi abdi dalemnya, serta tidak mendirikan kerajaan sendiri.2) Sebagian besar mereka  bergama Islam. Peristiwa ini dijadikan sebagai patokan masuknya Islam di Bali yang berpusat di Kerajaan Gelgel (Klungkung). Sejak saat itu Agama Islam mulai berkembang di Bali dan terus hingga saat ini.
Menurut sumber yang lain, bahwa diantara ke-40 pengiring Raja Gelgel (Dalem Ketut Ngelesir) tersebut terdapat Raden Modin dan Kyai Abdul Jalil. Setelah istana kerajaan Gelgel dipindahkan ke Klungkung oleh Raja Dalem I Dewa Agung Jambe  (pengganti Raja Dalem Ketut Ngelesir), kedua tokoh tersebut kemudian hijrah dan meninggalkan Gelgel untuk mengembangkan agama Islam di wilayah bagian timur. Raden Mudin menetap di kampung Banjar Lebah, sedangkan Kyai Abdul Jalil3) menetap di desa Saren (sekarang bernama desa Saren Jawa di Kabupaten Karangasem). Peristiwa ini dijadikan dasar tentang masuknya Islam di Kabupaten Karangasem yang bersamaan dengan masuknya Islam di Gelgel atau Kabupaten Klungkung.
Mimbar bersejarah Masjid Nurul Huda Gelgel
Sedangkan menurut ketua Panitia Hari Besar Islam (PHBI) Provinsi Bali, bapak Drs H. Mulyono,  dan banyak sumber lainnya menyatakan, bahwa awal mula masuknya Islam ke Pulau Dewata adalah ketika kerajaan Gelgel diperintah oleh Raja Dalem Waturenggong (1460 – 1550 M) yang berpusat di Klungkung. Dia pernah berkunjung ke Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Sekembalinya dari Majapahit ke Gelgel, beliau diantar oleh 40 orang pengawal yang beragama Islam. Ke-40 pengawal tersebut akhirnya diizinkan menetap di Bali, tanpa mendirikan kerajaan tersendiri. Mereka di sana berkedudukan sebagai “abdi dalem” dalam kerajaan Gelgel dan diberi tanah untuk pemukiman mereka. Mereka kemudian mendirikan sebuah masjid yang diberi nama “Masjid Gelgel” yang sampai saat ini masih ada dan merupakan tempat ibadah umat Islam tertua di Pulau Dewata, namun bentuknya sekarang sudah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan jaman. 

Sementara itu, berdasarkan sumber tulis lokal, Babad Dalem, bahwa upaya pengislaman di Bali dilakukan oleh utusan dari Makkah. Peristiwanya terjadi pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong yang berkuasa pada sekitar abad XV dan XVI, tepatnya pada tahun 1460 – 1550 M. Namun, didalam Babad Dalem tersebut, tidak tertulis nama utusan dan kapan utusan tersebut datang. Lagi pula terjadi polemik penafsiran tentang “Makkah”. Apakah Makkah itu merujuk pada Makkah di Arab Saudi atau hanya sebutan bagi tempat pusat penyebaran Islam yang ada di Jawa.
Sumber asing yang mengacu pada Babad Dalem di atas  —seperti yang ditulis oleh CC Berg— mengungkapkan hal lainnya. Salah satunya mengenai kegagalan pengembangan Islam di Bali oleh utusan Raden Patah dari Demak semasa Raja Dalem Waturenggong berkuasa di kerajaan Gelgel.
Lepas dari pendapat mana yang paling benar, kesemuanya menunjukkan bahwa perkembangan Islam di Bali, khususnya di Gelgel (Klungkung dan Karangasem) adalah bersifat asimilatif dan berlangsung secara damai, bukan melalui cara-cara revolusioner atau upaya penaklukan. Pada masa-masa selanjutnya, Islam menyebar ke sejumlah daerah di Bali. Misalnya menyebar ke Badung (Pemecutan, Denpasar), Tabanan (Mengwi), Buleleng / Singaraja, Jembrana dan lain-lain, yang dilakukan oleh kelompok lain, dan terutama atas peran serta orang-orang Bugis Makasar
Orang-orang Bugis telah muncul di Pulau Bali sekitar pertengahan abad ke-17, yakni sejak kerajaan Gowa Makassar berselisih dengan Kompeni Belanda pada tahun 1653-1655 M. Hal ini mengakibatkan banyak nelayan Bugis pindah ke Bali, dan pasukan Gowa pun juga banyak yang mampir ke Bali. Mereka tersebar di beberapa tempat seperti Bali Barat (Jembrana), Bali Utara (Buleleng), Bali Timur (Karangasem dan Klungkung) dan Bali Selatan (Badung).
Makam Habib Ali Abu Bakar di Kusamba
Keberadaan Islam di Kerajaan Klungkung ditunjukkan oleh peranan Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar Al-Hamid yang diangkat sebagai penterjemah, sekaligus guru bahasa Melayu dan sekretaris Raja untuk urusan perdagangan dengan orang-orang Bugis. Dengan tugas ini Habib Ali dapat menyebarkan dakwah Islam di sana.
Habib Ali Zainal Abidin Alydrus, Karangasem
Makam Kembar, Maulana Yusuf al-Baghdadi di Bungaya Karangasem
 Jejak keberadaan Islam di Karangasem ditunjukkan oleh terbentuknya komunitas muslim di beberapa desa, seperti desa Kusamba (Klungkung), kampung Nyuling dan Banjar Saren Jawa di desa Budakeling (Karangasem). Di samping itu ditunjukkan oleh beberapa makam keramat seperti makam keramat “Kembar”, yakni makamnya Habib Ali bin Zainal Abidin Alydrus dan Maulana Yusuf Al-Baghdadi Al-Maghribi di desa Bungaya Kangin Karangasem, serta makam Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar al-Hamid di desa Kusamba Klungkung.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar