Sabtu, 27 Juli 2013

MJIB - 23. KERAMAT "WALIPITU" PANTAI SESEH DI Ds. MUNGGU MENGWI BALI


Keramat Pantai Seseh : Pangeran Mas Sepuh



Makam Keramat Pantai Seseh merupakan makam milik Raden Amangkuningrat yang bergelar Pangeran Mas Sepuh. Nama lainnya Pangeran Sepuh Choirussoleh.

Lokasinya di tepi Pantai Seseh desa Munggu, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung. Tepatnya 6-7 km dari sebelah timur Pura Agung Tanah Lot. Jarak antara Pantai Seseh dan Jalan Raya Tabanan—Denpasar ± 15 km. Makam ini pada tahun 1992 dirawat oleh seorang pendeta Hindu bernama Wayan Catri, yang diwarisi secara turun temurun dari kakek-kakeknya.


SEJARAH TOKOH

Manurut keterangan yang diperoleh dari bapak Mangku atau Juru kunci makam Keramat Seseh (I Wayan Catri), bahwa Pangeran Mas Sepuh merupakan putra Raja Mengwi pertama yang bernama Ida Cocordo I Mengwi (beragama Hindu) dengan ibu seorang putri dari kraton Blambangan-Banyuwangi (beragama Islam).1)   Sejak ibunya hamil, sang ayah (Ida Cocordo I) meninggalkan Blambangan dan kembali ke istananya di Mengwi. Sejak lahirnya putra Raja Mengwi yang kemudian diberi nama Raden Amangkuningrat ini diasuh dan didik sendiri oleh ibunya sampai menjelang dewasa dalam suasana kehidupan keluarga yang islami.

Setelah dewasa, Pangeran Mas Sepuh menanyakan kepada ibunya tentang siapa jatidirinya dan siapa ayah kandung yang sesungguhnya. Setelah mengetahui bahwa ayah kandungnya adalah seorang Raja di kerajaan Mengwi, Pangeran Mas Sepuh lalu memohon izin kepada ibunya untuk mencari ayah kandungnya tersebut, dengan tujuan untuk mencari pengakuan dari kerajaan dan sekaligus ingin mengabdikan diri. Semula, sang ibu keberatan, namun akhirnya diizinkan. Maka berangkatlah Pangeran Mas Sepuh berlayar dari Blambangan dan mendarat di Pantai Seseh2) untuk menemui ayahnya di kraton Mengwi, dengan diiringi oleh beberapa pengawal dari Blambangan dan dibekali ibunya sebilah keris pusaka kerajaan Mengwi yang diberikan sang ayah kepada ibunya sebelum meninggalkan Blambangan.  Setelah bertemu dengan ayahnya, terjadilah kesalahpahaman diantara keduanya, karena mereka baru sekali bertemu.

Pangeran Mas Sepuh kemudian pulang meninggalkan Mengwi dengan sangat menyesal. Sesampainya di Pantai Seseh untuk bersiap-siap berlayar meninggalkan Mengwi, tiba-tiba rombongan Pangeran Mas Sepuh diserang oleh sekelompok orang bersenjata tak dikenal, sehingga banyak korban yang berjatuhan dari kedua belah pihak.  Melihat yang demikian itu, Pangeran Mas Sepuh berusaha menghentikan penyerangan dengan cara mencabut keris pusakanya dan mengacungkannya ke atas. Seketika itu terjadilah keajaiban, dari ujung kerisnya keluar sinar yang terang benderang, dan kelompok penyerang mendadak menjadi lumpuh, tak mampu bergerak. Selanjutnya Pangeran Mas Sepuh mencoba untuk mengorek tujuan dan motif mereka menyerang : “Hai, Ki Sanak! Mengapa kalian menyerang kami? Apa salah kami? Dan siapa yang menyuruh kalian menyerang kami?”. Mereka diam tak menjawab. Sekalipun mereka tidak mengaku, tetapi dengan memperhatikan pola pakaian yang mereka pakai, Pangeran Mas Sepuh kemudian dapat menyimpulkan bahwa mereka masih ada hubungannya dengan perintah istana. Untuk itu Pangeran Mas Sepuh memaafkan mereka dan cepat-cepat memasukkan keris pusakanya kedalam karangkanya dan kelompok penyerang tiba-tiba dapat bergerak dan langsung memberi hormat kepadanya. Tidak lama setelah kejadian tersebut, Pangeran Mas Sepuh tiba-tiba wafat dan dimakamkan di tempat itu juga.

Dialog dengan Juru Kunci Keramat Pantai Seseh

Oleh pihak kerajaan Mengwi, makamnya diserahkan perawatan dan kebersihannya kepada seorang pendeta Hindu sebagai juru kunci atau pemangku makam secara turun temurun. Ini menunjukkan adanya perhatian dari pihak kerajaan untuk perawatan makam keramat Pantai Seseh, dan sekaligus sebagai pengakuan bahwa pemilik makam yang bergelar “Pangeran mas Sepuh” tersebut merupakan putra dalem atau keluarga Raja Mengwi.
Sekalipun makam ini berada di desa Munggu yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dan bahkan juru kuncinya pun bukan orang Islam, akan tetapi toleransi, penghormatan dan penghargaan  mereka terhadap keberadaan makam keramat Pantai Seseh sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh kehadiran masyarakat Hindu yang bersama-sama dengan kaum muslimin luar daerah di makam keramat ini setiap “Rebo Kasan”, yakni hari Rabu akhir bulan Shafar, baik sekedar berziarah, maupun kirim doa ataupun ingin memperoleh terkabulnya hajat dengan cara dan ritualnya sendiri-sendiri. Toleransi, penghormatan dan penghargaan yang begitu tinggi juga ditunjukkan oleh pamengku atau juru kunci makam yang dijabat oleh seorang pendeta Hindu, I Wayan Catri. Para peziarah “Walipitu” yang datang disambutnya dengan sangat ramah dan penuh penghormatan. Semua pertanyaan para peziarah tentang kisah, sejarah, mitos dan informasi (jalan, lokasi, akses jalan, parker kendaraan dll) akan ditanggapi secara jujur dan apa adanya.

Proses penemuan Makam. Makam ini ditemukan pada tahun 1992 (Muharram 1413 H), berawal dari informasi seorang tua tak dikenal kepada sdr. Zaenul ketika selesai sholat Jum’at di Masjid Ukhuwwah Denpasar, bahwa di sekitar wilayah Pura Agung Tanah Lot ada satu makam tua Islam yang dikeramatkan masyarakat. Informasi ini ditindaklanjuti oleh sdr. Zaenul bersama sdr. Sulkan, kemudian ditelusuri dan akhirnya berhasil ditemukan lokasinya. Hampir bersamaan dengan itu, KH Toyib Zaen Arifin di Waru Sidoarjo juga memperoleh informasi melalui ilham atau hatif dalam riyadhohnya 3).

Setelah ditemukannya makam Walipitu ke-1 di atas, kemudian ditemukan 2 makam keramat lainnya di kota Denpasar, yakni : 1) Makam keramat Pamecutan, milik Gusti Ayu Made Rai, alias Raden Ayu Siti Khotijah di Jln. Batu Karu Pamecutan Kota Denpasar Barat, dan 2) Makam keramat Pangeran Sosorodiningrat dari Mataram Islam di desa Ubung, dekat terminal Bus kota Denpasar. Menurut Tim penelusuran dan penelitian Walipitu, kedua tokoh ini tidak termasuk hitungan Walipitu Bali.
 
Pintu Gerbang Makam Keramat, dari arah Pantai Seseh

_________________________
1 ). Didalam buku “Babad Kerajaan Buleleng“ diceritakan, bahwa Raja Buleleng I Gusti Ngurah Panji Sakti meminta bantuan kepada Raja Tabanan dan Raja Mengwi untuk merebut kembali kerajaan Blambangan yang lepas dari tangannya, Pada tahun + 1600 M, angkatan perang ketiga kerajaan berangkat memerangi kerajaan Blambangan. Penguasa Blambangan, kakak-beradik : Ki Dewa Mas Sedah dan Ki Dewa Mas Pahit berhasil dibunuh oleh Raja Buleleng dan Mengwi, sehingga kerajaan Blambangan dapat direbut kembali dan hasil rampasan perang dibagi-bagi. Diantara hasil rampasan tersebut terdapat seorang putri Blambangan yang beragama Islam, yang diberikan kepada Raja Mengwi dan dijadikan sebagai istri panjeruhan atau isteri selirnya, namun tetap tinggal di Kraton Blambangan sampai hamil dan melahirkan seorang lelaki yang kemudian diberi nama Raden Amangkuningrat
2 ) Menurut mitos yang berkembang di masyarakat, seperti yang dituturkan oleh Bapak Mangu I Wayan Catri, Juru Kunci makam Keramat Seseh,  bahwa pelayaran rombongan Raden Amangkuningrat ke Mengwi adalah dengan mengendarai “ikan”.
3 ) Bunyi ilham/hatif : “Ono sawijining pepunden ono ing telatah susunaning siti sesandingan pamujaan agung kang manggon saduwuring tirto kang kaderbeni dening suwitaning Pandito. Ojo sumelang“ (Ada satu makam di daerah Tanah Lot, sejajar dengan Pura Agung yang berada diatas air, yang dirawat oleh seorang pendeta. Kamu jangan ragu-ragu)













Tidak ada komentar:

Posting Komentar