Menurut Asnan Wahyudi
dan Abu Khalid, MA didalam bukunya, Kisah Walisongo, yang dinukil dari
kitab Kanzul Ulum, karya Ibnu Bathuhah, yang disempurnakan dan
diteruskan oleh Syekh Maulana Al-Maghrabi, dijelaskan, bahwa istilah Walisongo
adalah nama dari Lembaga Dewan Muballigh di Jawa yang beranggotakan
sembilan orang pengurus. Lembaga ini pernah melakukan tiga kali sidang
penggantian Pengurus, yaitu pada tahun 1404 M, 1436 M dan 1463 M
. Ditambahkan oleh KH Dachlan Abdul Qahhar, bahwa Lembaga Dewan
Muballigh ini mengadakan sidang yang keempat pada tahun 1466 M, dan sidang
kelima sewaktu menangani kasus Seh Siti Jenar.
Periodesasi Walisongo.
Timbulnya Lembaga Dewan Muballigh ini berawal dari
kepedulian Sultan Muhammad I Al-Fatih dari kerajaan Turki Usmani terhadap
perkembangan Islam di Jawa. Sang Sultan mengirim surat kepada para ulama di
Afrika Utara dan Timur Tengah, yang isinya meminta kepada mereka yang berilmu tinggi dan memiliki karamah
agar bersedia menjadi Muballigh di Tanah Jawa, sehingga terkumpul sembilan
orang ulama/muballigh.
Walisongo periode pertama. Kesembilan muballigh tersebut mengadakan sidang
pertama untuk menentukan langkah-langkah dan strategi dakwah, pembagian tugas
sesuai dengan bidang keahliannya, serta pembagian wilayah dakwahnya. Kesembilan
ulama tersebut beranggotakan :
1) Maulana Malik Ibrahim;
2) Maulana Ishaq;
3) Maulana Ahmad Jumadil Kubra (Trowulan Mojokerto);
4) Maulana Muhammad al-Maghrabi;
5) Maulana Malik Israil;
6) Maulana Muhammad Ali Akbar;
7) Maulana Hasanuddin;
8) Maulana Aliyuddin;
9) Syekh Subakir (w. 1462 di Persia).
Walisongo periode kedua, mengadakan sidang kedua pada tahun
1436 M dengan keputusan melengkapi posisi kepengurusan yang
ditinggalkan. Anggota pengurusnya terdiri dari:
1) Maulana Ishaq;
2) Maulana Ahmad Jumadil Kubra;
3) Maulana Muhammad al-Maghrabi;
4) Maulana Hasanuddin;
5) Maulana Aliyuddin;
6) Syekh Subakir, dan menambah tiga orang sebagai anggota baru,
yaitu:
7) Sunan Ampel, menggantikan Maulana Malik Ibrahim yang wafat
tahun 1419 M di Gresik;
8) Sunan Kudus (Ja’far Shadiq) menggantikan Maulana Malik Israil
yang wafat;
9) Syarif Hidayatullah (Sunan Gunungjati) menggantikan Ali Akbar
yang wafat tahun 1435 M di Gunung Santri Cilegon.
Walisongo periode ketiga, mengadakan sidang ketiga tahun 1463, hasilnya melengkapi
kepengurusan. Anggota pengurusnya terdiri dari:
1) Maulana Ahmad Jumadil Kubra;
2) Maulana Muhammad al-Maghrabi;
3) Sunan Ampel,
4) Sunan Kudus (Ja’far Shadiq);
5) Syarif Hidayatullah (Sunan Gunungjati), ditambah anggota baru :
6) Sunan Giri, menggantikan Maulana Ishaq yang pindah ke Pasai;
7) Sunan Bonang, menggantikan Maulana Hasanuddin yang wafat tahun
1462 M, makamnya di samping masjid Banten lama;
8) Sunan Kalijaga, menggantikan posisi Syekh Subakir yang kembali
ke Persia (w. 1462 di Persia);
9) Sunan Drajat, menggantikan Maulana Aliyuddin yang wafat tahun
1462 M di samping masjid Banten lama.
Walisongo perode keempat. Anggota pengurusnya terdiri dari
1) Sunan Ampel;
2) Sunan Kudus (Ja’far Shadiq);
3) Syarif Hidayatullah (Sunan Gunungjati);
4) Sunan Giri;
5) Sunan Bonang;
6) Sunan Kalijaga;
7) Sunan Drajat, dan ditambah anggota baru :
8) Raden Patah, menggantikan Maulana Ahmad Jumadil Kubra yang
wafat (makamnya di Trowulan Mojokerto); dan
9) Fathullah Khan (Fatahillah) yang menggantikan Maulana Muhammad
al-Maghrabi yang wafat tahun 1465 M di Jatinom Klaten.
Walisongo periode kelima : masuk nama Sunan Muria, tetapi tidak dijelaskan
menggantikan siapa, namun besar kemungkinan ia menggantikan Raden Patah yang
naik tahta menjadi Sultan Demak. Juga memutuskan sikap terhadap kasus Syeh Siti
Jenar.
Lepas dari
benar-tidaknya periodesasi di atas, Walisongo penyebar agama
Islam di Jawa yang utama dan disepakati para ahli sejarah, serta nama mereka
sudah terkenal luas di masyarakat adalah sembilan orang, yakni
1) Maulana Malik Ibrahim;
2) Sunan Ampel;
3) Sunan Giri;
4) Sunan Bonang;
5) Sunan Drajat;
6) Sunan Kalijaga;
7) Sunan Muria;
8) Sunan Kudus; dan
9) Sunan Gunungjati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar