Sunan Bonang yang bernama asli Raden
Makhdum Ibrahim dilahirkan di Tuban (Menurut riwayat lain, ia lahir di Ampel
Denta Surabaya) pada tahun 1465 M dan wafat di Tuban pada tahun 1524 M. Ia
adalah putra Sunan Ampel dengan Nyi Ageng Manila binti Arya Teja III, Bupati
Tuban. Silsilah nasabnya sama dengan silsilah Sunan Ampel di atas.
Sejak kecil ia mendapatkan pendidikan
agama dari orang tuanya bersama-sama dengan para santri lain. Setelah cukup
dewasa, ia bersama-sama dengan Raden Paku (Sunan Giri) diperintah oleh Sunan
Ampel untuk berangkat haji ke Makkah sambil mempelajari ilmu agama di sana. Di
tengah perjalanan, keduanya singgah di Pasai Aceh untuk memperdalam ilmu agama
terutama tasawwuf, kepada Syekh Maulana Ishak (saudara sepupu ayahnya) yang
pernah berdakwah di kerajaan Blambangan, dan juga menjadi ayah dari Sunan Giri
sendiri. Karena kecerdasannya, Makhdum
Ibrahim memperoleh ilmu yang sangat luas dan dalam, sehingga ia dijuluki Prabu
Hanyakrawati yang berkuasa dalam soal-soal Sesuluking Ngelmi lan Agami.
Sepulangnya dari Makkah, ia kembali lagi ke Jawa untuk mengembangkan ilmunya
dan memilih desa Bonang Tuban sebagai tempat tinggalnya. Sejak saat itu ia
lebih dikenal dengan sebutan Sunan Bonang.
Sunan Bonang memperistri Dewi Hirah, anak
R. Jakandar dari Madura dengan Dewi Nawangsari. Dari perkawinannya ini ia
memperoleh seorang putri yang bernama Dewi Ruhil, yang nantinya diperistri
Sunan Kudus. (Tarikhul Awliya’, KH Bisri Musthafa).
Aktifitas Sunan Bonang diperkirakan
antara tahun 1475 M sampai 1525 M. Selama kurun waktu tersebut, peranannya
cukup besar, baik di bidang dakwah Islamiyah, tasawwuf, sosial kemasyarakatan,
maupun kenegaraan.
Di bidang Dakwah Islamiyah, Sunan Bonang
sangat bersemangat menyebarkan agama Islam di Jawa Timur, khususnya di Tuban.
Di kota ini ia mendirikan pesantren
untuk membimbing para pemuda dan pemudi muslim menjadi kader-kader muballigh.
Di dalam kitab Suluk Wujil yang disusun oleh tiga murid Sunan Bonang
menceritakan pada bait 74-84, bahwa ia menyuruh santri putra yang bernama Wujil
agar memanggil seorang santri putri bernama Satpada yang tinggal di asrama
putri, untuk diajak berdialog dalam masalah pemahaman terhadap ajaran Manunggaling
kawula-Gusti.
Sunan Bonang dinilai sebagai wali yang
sangat berjasa dalam mengubah jalan hidup seorang penjahat kelas kakap, Raden
Syahid, untuk menjadi seorang wali, yang dikemudian hari masyhur dengan julukan
Sunan Kalijaga.
Sunan Bonang dan para wali lainnya dalam
berdakwah selalu menyesuaikann diri dengan corak kebudayaan masyarakat yang
sangat menggemari wayang dan musik gamelan. Mereka memanfaatkan pertunjukan
wayang sebagai media dakwah dengan menyisipkan nafas keislaman kedalamnya.
Misalnya, kepercayaan terhadap para dewa sakti dalam cerita pewayangan, diganti
dan diidentifikasikan sebagai para malaikat dan para Nabi. Bahkan dijelaskan,
para dewa tersebut adalah keturunan Nabi Adam. Hal ini dimaksudkan untuk
menanamkan kepercayaan kepada masyarakat yang mayoritas beragama Hindu-Budha,
bahwa Tuhan yang sebenarnya adalah Esa, Tunggal, tidak ada duanya; sedangkan
para dewa sebenarnya bukan “tuhan”, akan tetapi sekedar sebagai makhluk-Nya.
Para Wali menciptakan lagu atau tembang
khas sendiri-sendiri. Misalnya, Sunan Giri menciptakan tembang Asmaradana dan Pucung; Sunan Bonang tembang
Durma; Sunan Kalijaga tembang Dandanggula; Sunan Kudus tembang Maskumambang dan Mijil; Sunan Muria
tembang Sinom dan Kinanti; dan Sunan Drajat tembang Pangkur. Syair lagu mereka
berisi pesan-pesan ajaran tauhid.
Di bidang tasawwuf, barangkali Sunan
Bonang merupakan satu-satunya Walisongo yang dapat diketahui secara
jelas pokok-pokok ajarannya dan dapat dijadikan sebagai sumber rujukan. Paling
tidak, ajarannya tentang tasawwuf dan ketauhidan dapat diketahui dari tiga
sumber buku :
Pertama, dari karyanya yang terkenal dengan sebutan “Buku Bonang”.
Naskah aslinya ditemukan oleh pedagang Belanda bernama Van Dulmen di daerah
Tuban dan disimpan di perpustakaan Universitas Leiden Belanda pada tahun 1597
M, yang kemudian dijadikan sebagai bahan tesis oleh DR B.J.O. Schrieke pada
tahun 1916 dengan judul “Het Boek van Bonang”. Isinya menyangkut masalah
tauhid dan tasawwuf menurut ajaran imam Al-Ghazali dan faham Ahlussunnah
waljamaah, dengan memakai bahasa prosa Jawa Tengahan (pertengahan
antara bahasa jawa kuno dan jawa modern) .
Kedua, kitab Primbon yang diyakini sebagai tulisan Sunan
Bonang, terkenal dengan sebutan Primbon Abad ke-16. Naskah
aslinya ditemukan bersama-sama dengan Buku Bonang di atas, kemudian
dijadikan sebagai bahan tesis oleh DR J.G.H. Gunning pada tahun 1881 di
Universitas Leiden dengan Judul Een Javaansche Geschrift uit de 16 de Eeuw.
Isinya hampir sama dengan Buku Bonang. Hanya saja, naskah ini dimulai
dari halaman 15 sampai 74, sedangkan halaman 1 sampai 14 hilang dan didalamnya
tidak secara tegas menyebutkan nama penulisnya.
Ketiga,
Kitab Suluk
Wujil, dalam bentuk tulisan tembang (puisi jawa). Isinya menyangkut
ajaran tasawwuf yang berpuncak pada ajaran Manunggaling kawula-Gusti menurut
pemahaman Sunan Bonang.
Solichin Salam, dalam bukunya Sekitar
Walisongo, mengutip secara ringkas ajaran Sunan Bonang tentang ajaran
tasawwuf dan ketuhanan : “Adapun pendirian saya ialah, bahwa iman, tauhid dan
makrifat merupakan pengetahuan yang sempurna. Sekiranya orang hanya mengenal
makrifat saja, itu belum cukup. Sebab ia masih anshaf (setengah-setengah)
dalam masalah ini. Yang saya maksudkan adalah, kesempurnaan dapat dicapai
setelah mengabdi (beribadah) kepada Tuhan secara terus-menerus. Seseorang tidak
menentukan geraknya sendiri, dan juga tidak menentukan kemauannya sendiri. Tiap
orang adalah ibarat buta, tuli dan gagu. Semua gerak-geriknya ditentukan oleh
Allah”.
Untuk lebih jelasnya, ajaran Sunan Bonang
ini akan dikupas lebih luas dan dalam pada akhir tulisan ini, dibawah
judul “Ajaran-ajaran pokok Walisongo”.
Di bidang sosial kemasyarakatan dan
kenegaraan, Sunan Bonang tidak perlu diragukan lagi dedikasinya sebagai
pendukung setia kerajaan Islam Demak. Pada waktu pendirian Masjid Agung Demak,
ia bersama-sama dengan para Wali ikut mendirikannya. Di antaranya, ia diberi
tugas membuat salah satu sakaguru yang terletak di bagian barat laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar