Sunan Kalijaga
termasuk kelompok Walisongo yang sangat toleran dan tidak langsung bersikap antipati ter-hadap tradisi
lama yang kental dengan nilai kesyirikan, kehinduan dan kepercayaan lama yang
sudah mendarah daging di tengah masyarakat. Misalnya, tradisi kenduren
atau selametan yang pada jaman pra islam berbentuk ritual pengiriman sesajen
kepada leluhur yang sudah mati dengan diiringi pembacaan mantra-mantra tertentu,
diusulkan Sunan Kalijaga kepada permusyawaratan Wali songo agar tetap
dipertahankan keberadaannya, setelah terlebih dahulu dimuati dengan nilai-nilai
aqidah islam dan diberi makna baru (reinterpretasi) agar tidak terjerumus
kedalam bentuk kesyirikan.
Bacaan mantera diganti dengan ayat-ayat
suci Al-Qur’an, kalimat thayyibah
(tahlil) dan doa-doa Islam, disertai niat agar pahala membacanya dihadiahkan
Allah kepada orang yang mati. Adapun sesajen yang dipersiapkan untuk
dikirim kepada para leluhur atau arwah yang sudah wafat, yang biasanya berupa berbagai macam jajan
pasar dan makanan kesu-kaannya, tidak lagi diberikan/disajikan kepada yang
orang yang mati, tetapi diganti dengan “berkat” (makanan ‘oleh-oleh’)
untuk diberikan dan disedekahkan kepada orang yang hidup, terutama kepada orang
yang diundang mengi-kuti kenduren, dengan niat semoga pahala sedekah
ter-sebut diberikan Allah kepada orang yang mati. Sementara sesajen penting
yang berupa aneka ragam jajan pasar
diganti dengan tiga jenis makanan : ketan, kolak dan apem dengan
diberi makna baru. Ketiga nama makanan tersebut diambil dari bahasa arab
yang diucapkan secara keliru oleh masyarakat jawa. Kata “ketan” dari
bahasa arab “Khatha-an” yang berarti kesalahan atau dosa; “kolak”
dari bahasa arab “qaala” yang berarti berkata atau berdoa; dan “apem”
dari kata “Afwun” yang berarti ampunan. Dari ketiga nama makanan
tersebut terkandung suatu ajaran, bahwa manusia tidak dapat lepas dari dosa
dan salah. Oleh karena itu, hendaklah ia berdoa kepada Allah
untuk memohon ampunan-Nya.
Semula usulan tersebut ditentang oleh
kelompok Sunan Ampel, Sunan Giri dan Sunan Drajat. Namun dengan dukungan dari
Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Muria dan Sunan Gunungjati, serta didukung
dengan dalil-dalil islami dan alasan yang rasional, akhirnya kelompok Sunan
Ampel menyetujuinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar