_______________________________
Oleh : Achmad Suchaimi
Megibung : Tradisi makan bersama |
Tradisi Unik “Megibung”
Di Kampung Islam Kepaon Denpasar
Bagi masyarakat Bali, tradisi megibung,
tradisi makan bersama dalam satu wadah, merupakan
salah satu tradisi warisan leluhur. Selain bisa makan sampai puas dan
tanpa rasa sungkan, megibung penuh nilai kebersamaan, bisa sambil
bertukar pikiran, bersenda gurau, bahkan bisa saling mengenal atau lebih
mempererat persahabatan sesama warga. Makan bersama atau megibung ini,
dalam setiap satu wadah terdiri dari 5-8 orang, semua duduk berbaur dan
makan bersama, tidak ada perbedaan antara laki dan perempuan juga perbedaan kasta ataupun warna. Tapi pada perkembangan
berikutnya antara laki dan perempuan dipisahkan.
Konon, Tradisi megibung di Bali ini dikenalkan oleh Raja Karangasem
yaitu I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem sekitar tahun 1614 Caka
atau 1692 Masehi. Ketika pada saat itu, Karangasem dalam ekspedisinya
menaklukkan Raja-raja yang ada di tanah Lombok. Ketika istirahat dari
peperangan, raja menganjurkan semua prajuritnya untuk makan bersama
dalam posisi melingkar yang belakangan dikenal dengan nama Megibung.
Bahkan, raja sendiri konon ikut makan bersama dengan prajuritnya.
Perkampungan
Islam di Denpasar dapat ditemukan di Kampung Jawa, kampung Kepaon dan
Serangan. Orang-orang Islam di Kepaon dan di pulau Serangan adalah
keturunan prajurit asal Bugis. Kampung yang mereka tempati sekarang
merupakan hadiah raja Pemecutan. Bahkan, hubungan warga muslim Kepaon
dengan lingkungan puri (istana) hingga sekarang masih terjalin baik.
Konon, jika diantara warga muslim Kepaon terlibat gesekan-gesekan dengan
komunitas lain, Raja Pemecutan turun tangan membela mereka. Mereka
cukup disegani.
Kampung
Islam Kepaon Denpasar Selatan punya tradisi unik kala datangnya bulan
Ramadhan, yaitu tradisi megibung. Megibung sendiri secara harfiyah
berasal dari bahasa Bali yang berarti makan bersama-sama dalam satu
wadah.
Aktivitas
yang mereka lakukan memang hanya kumpul-kumpul bareng sambil menikmati
santap makan malam yang sudah dipersiapkan oleh warga secara bergiliran.
Karena bergantian, menu yang disajikan pun tentunya bervariasi. Tradisi
seperti ini sudah turun temurun sejak Islam masuk ke Bali, sejak zaman
kerajaan lebih dari 500 tahun silam, dan merupakan kegiatan rutin untuk
memupuk rasa silahturahmi antar warga, disamping untuk meningkatkan
nilai ibadah di bulan suci.
Tradisi megibung merupakan acara tasyakuran yang dilakukan oleh penduduk muslim Kampung Kepaon di bulan Ramadhan, setelah mereka berhasil mengkhatamkan pembacaan al-Qur’an 30 juz di majlis tadarusan.
Tradisi megibung merupakan acara tasyakuran yang dilakukan oleh penduduk muslim Kampung Kepaon di bulan Ramadhan, setelah mereka berhasil mengkhatamkan pembacaan al-Qur’an 30 juz di majlis tadarusan.
Megibung di Masjid |
Sama
halnya di kampung-kampung lain yang berpenduduk mayoritas muslim, bahwa
setiap ramadhan tiba, penduduk kampung Kepaon mengadakan tadarusan
Al-Qur’an di masjid Al-Muhajirin Denpasar atau musholla sehabis sholat
tarawih. Yang membedakannya adalah adanya tradisi tasyakuran yang
disebut Megibung setiap kali mengkhatamkan pembacaan Al-Qur’an 30 juzz.
Acara tadarusan Al-Qur’an ini melibatkan banyak orang, dimana mereka
membaca Al-Qur’an secara bergantian : seorang bertindak sebagai pembaca
dan yang lainnya menjadi penyimak, sehingga dalam waktu antara 7 - 10
hari mereka dapat mengkhatamkan al-Qur’an 30 juz. Dengan begitu, acara
Megibung paling tidak mereka lakukan sebanyak 3 atau 4 kali selama bulan
Ramadhan.
Megibung setelah berdoa |
Tradisi
Megibung biasanya dilaksanakan setelah buka puasa. Tradisi ini diawali
dengan buka bersama di masjid atau surau tempat tadarusan dilaksanakan,
dilanjutkan dengan sholat magrib secara berjamaah. Selesai sholat
maghrib, mereka dibagi dalam beberapa kelompok untuk mengelilingi sebuah
baki atau nampan yang berisi nasi tumpeng beserta lauk pauknya. Setelah
salah seorang pemuka agama (Kiai, Mudin, Ustadz) selesai membaca doa,
mereka ramai-ramai menyantap makanan secara bersama-sama layaknya
tradisi makan di Timur Tengah. Dan yang lebih unik lagi, bahwa makanan
untuk megibung ini didapat dari kiriman warga secara sukarela. Siapapun
boleh ikut makan, dan tidak terbatas pada warga Kepaon, bahkan warga
yang beragama lain (Hindu) pun boleh nimbrung makan bersama.
Setiap Ramadan datang, umat Hindu menghormati orang Islam yang berpuasa. Ketika berbuka puasa, umat Hindu ada yang ngejot (memberikan dengan ikhlas) ketupat.
Setiap Ramadan datang, umat Hindu menghormati orang Islam yang berpuasa. Ketika berbuka puasa, umat Hindu ada yang ngejot (memberikan dengan ikhlas) ketupat.
Apalagi
saat Idul Fitri datang, umat Hindu mengirimkan buah-buahan kepada
saudaranya yang muslim, sementara pada hari raya Galungan, umat Islam
memberikan ketupat (minimal anyaman ketupat). Tidak ada pencampuradukan
ajaran agama dalam hal aqidah dan ibadahnya. Untukmu agamamu, dan
untukku agamaku, namun hidup tetap rukun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar