Penulis : Achmad Suchaimi
Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM
yang bermigrasi dari Asia. Peninggalan
peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di
bagian barat pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya
orang-orang Hindu dari India pada 100 SM. Kebudayaan Bali kemudian mendapat
pengaruh kuat kebudayaan India, yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1
Masehi.
Nama Bali sudah lama dikenal dalam beberapa sumber kuno. Dalam berita Cina abad ke-7 disebut adanya daerah yang bernama Dw-apa-tan, yang terletak di sebelah timur Kerajaan Holing (Jawa). Menurut para ahli nama Dwa-pa-tan ini sama dengan Bali. Adat istiadat penduduk Dwapa-tan ini sama dengan di Holing, yaitu setiap bulan padi sudah dipetik, penduduknya menulis dengan daun lontar, orang yang meninggal dihiasi dengan emas, dan ke dalam mulutnya dimasukkan sepotong emas serta diberi harum haruman, kemudian mayat itu dibakar.
Goa Gajah : tempat pertapaan agama Budha pada abad 8 M |
Berdasarkan
prasasti-prasasti yang ditemukan, pengaruh Buddha datang terlebih dahulu
dibandingkan dengan pengaruh Hindu. Prasasti yang berangka tahun 882 M,
menggunakan bahasa Bali menerangkan tentang
pemberian ijin kepada para biksu untuk mendirikan pertapaan di Bukit Cintamani.
Pengaruh
Hindu di Bali berasal dari Jawa Timur, ketika Bali
berada di bawah kekuasaan Majapahit. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga
mulai berkembang pada masa itu. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama
Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di
nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan,
pendeta, artis, dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari
Pulau Jawa ke Bal, sehingga banyak penduduk Bali
sekarang yang menganggap dirinya “wong Majapahit”, keturunan dari Majapahit.
Prasasti Blanjong di Sanur |
Prasasti
yang menceritakan raja yang berkuasa di Bali
ditemukan di desa Blanjong, dekat Sanur. Dalam prasasti ini disebutkan bahwa
raja yang bernama Khesari Warmadewa, istananya terletak di Sanghadwala.
Prasasti ini ditulis dengan huruf Nagari (India) dan sebagian lagi berhuruf
Bali Kuno, tetapi berbahasa Sanskerta. Prasasti ini berangka tahun 914 M (836
saka), dalam Candrasengkala berbunyi Khecara-wahni-murti. Raja selanjutnya yang
berkuasa adalah Ugrasena pada tahun 915 M. Ugrasena digantikan oleh Tabanendra
Warmadewa (955-967 M). Tabanendra kemudian digantikan oleh Jayasingha Warmadewa, ia
membangun dua buah pemandian di desa Manukraya. Pemandian ini merupakan sumber
air yang dianggap suci. Jayasingha kemudian digantikan oleh Jayasadhu Warmadewa
yang memerintah dari tahun 975-983 M.
Tidak banyak berita yang menceritakan masa
kekuasaannya. Jayasadhu digantikan oleh adiknya Sri Maharaja Sri Wijaya
Mahadewi, seorang raja perempuan. Ia kemudian digantikan oleh Dharmodayana yang
terkenal dengan nama Udayana yang naik takhta pada tahun 989 M. Dharmodayana
memerintah bersama permaisurinya bernama Gunapriya dharmapadmi, anak dari raja Makutawangsa
wardhana dari Jawa Timur.
Gunapriyadharmapadmi
meninggal pada tahun 1001 M dan dicandikan di Burwan. Udayana memerintah sampai
tahun 1011 M. Pada tahun itu, ia meninggal dan dicandikan di Banu Weka.
Pernikahannya dengan Gunapriya menghasilkan tiga orang putra yaitu, Airlangga
yang menikah dengan putri Dharmawangsa (raja Jawa Timur), Marakata, dan Anak
Wungsu.
Patung Airlangga: didewakan sebagai Dewa Wisnu sedang naik Garuda |
Airlangga tidak memerintah di
Bali, ia menjadi raja
di Jawa Timur. Anak Udayana yang memerintah di Bali,
yaitu Marakata memerintah dari tahun 1011-1022, ia bergelar
Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttuganggadewa. Masa pemerintahan
Marakata bersamaan dengan masa pemerintahan Airlangga di Jawa Timur. Marakata
adalah raja yang sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya, sehingga ia dicintai
dan dihormati oleh rakyatnya. Untuk kepentingan peribadatan, ia membangun
prasada atau bangunan suci di Gunung Kawi daerah Tampak Siring, Bali.
Marakata
digantikan oleh adiknya Anak Wungsu, yang memerintah dari tahun 1049-1077. Pada
masanya, keadaan negeri sangat aman dan tenteram. Rakyat hidup dengan bercocok
tanam, seperti padi gaga, kelapa, enau, pinang, bambu, dan kemiri. Selain itu,
rakyat juga memelihara binatang seperti kerbau, kambing, lembu, babi, bebek,
kuda, ayam, dan anjing. Anak Wungsu tidak memiliki anak dari permaisurinya. Ia
meninggal pada tahun 1077 M dan didharmakan di gunung Kawi dekat Tampak Siring.
Patung Gajah Mada |
Setelah
Anak Wungsu meninggal, keadaan kerajaan di Bali
tetap mengadakan hubungan dengan raja-raja di Jawa. Beberapa raja yang memerintah Kerajaan Bali
setelah Anak Wungsu, diantaranya Sri Maharaja Sri Walaprahu, Sri Maharaja Sri
Sakalendukirana, Sri Suradhipa, Sri Jayasakti, Ragajaya, dan yang lain sampai
pada Paduka Bhatara Sri Asta Asura Ratna sebagai raja terakhir Bali.Sebab pada tahun
1343 M, Bali ditaklukkan oleh Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit. Sejak Bali
ditaklukkan oleh Majapahit, kerajaan di Bali
diperintah oleh raja-raja yang berasal dari keturunan Jawa (Jawa Timur). Oleh
karena itu, raja-raja yang memerintah selanjutnya menganggap dirinya sebagai
Wong Majapahit artinya keturunan Majapahit.
Setelah
Bali ditaklukan oleh kerajaan Majapahit, sebagian penduduk Bali Kuno melarikan
diri ke daerah pegunungan yang kemudian disebut penduduk “Bali Aga”. Sekarang
keberadaan mereka dapat dijumpai di daerah Bali
seperti di desa tenganan (Kab. Karangasem), tengangan pengringsingan (Kab.
Buleleng) dan masih banyak lagi yang lainnya, mereka memiliki pakaian adat
sendiri yang khas dimana bahan dan bentuknya sedikit berbeda dengan pakaian adat
Bali pada umumnya.
Gajah Mada atas nama Kerajaan Majapahit menugaskan Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan menjadi raja di Bali. Dia kemudian menghadapi pemberontakan rakyat “Bali Aga”. Mereka kebanyakan berasal dari desa-desa di pegunungan Kabupaten Bangli dan Karangasem. Berkat dorongan moral dari Gajah Mada, raja Bali dapat menumpas pemberontakan tersebut.
Kerajaan
Bali mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong.
Sebaliknya, pengganti Dalem Waturenggong, yaitu, Dalem Bekung adalah orang yang
sangat lemah dan tidak berwibawa. Karena itu, dalam menjalankan roda
pemerintahannya, Dalem Bekung dibantu oleh paman-pamannya, yaitu, I Dewa Gedong
Arta, I Dewa Nusa, dan I Dewa Anggunan.
Dalem Bekung tidak memiliki putera, karena itu ketika dia wafat, posisinya digantikan oleh Dalem Sagening. Sepeninggal Dalem Sagening, takhta kerajaan digantikan oleh puteranya, yaitu, Dalem Di Made. Pada masa pemerintahan Di Made ini, Kerajaan Bali mengalami kekacauan politik yang luar biasa. I Gusti Agung Widia melakukan pemberontakan dan berhasil menguasai kerajaan. Namun kekuasaannya tidak lama karena dia kemudian dikalahkan oleh pasukan dari Badung dan Buleleng. Kedua pasukan tersebut merupakan pasukan bantuan, atas permintaan pihak yang tersingkir.
Pada tahun 1686, muncul kerajaan baru , yaitu, Kerajaan Klungkung. Selain kerajaan tersebut, bermunculan pula kerajaan-kerajaan lain, seperti Kerajaan Buleleng, Mengwi, Karangasem, Tabanan, Badung-Pemecutan, Gianyar, Bangli, Jembrana, dan Payangan. Setelah Klungkung berdiri, raja memakai gelar “Dewa Agung”. Ada juga yang memakai gelar lain, misalnya, di Kerajaan Buleleng dipakai gelar I Gusti Ngurah Panji Sakti, I Gusti Ngurah Panji Gde, di Kerajaan Mengwi dipakai gelar I Gusti Agung Sakti, dan di Kerajaan Gianyar dipakai gelar I Dewa. Sedangkan para pembantu raja disebut mantri dan bergelar Rakryan.
Raja-raja di Bali |
Pada
abad ke 19, di Bali terdapat 10 buah kerajaan. Banyak kerajaan di Bali yang memiliki hubungan satu sama lain dengan
hubungan kekeluargaan, seperti antara Kerajaan Klungkung dengan Kerajaan
Badung. Struktur pemerintahan di Bali pada
abad ke 19 ini mendekati struktur konfederasi. Kerajaan Klungkung mempunyai
status lebih tinggi meskipun tidak memiliki kekuasaan secara formal. Sembilan
kerajaan lainnya, yaitu, Karangasem, Buleleng, Bangli, Gianyar, Badung,
Tabanan, Mengwi, Jembrana dan Payangan masih tetap mengakui status yang lebih
tinggi dari Klungkung.
Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda pada 1597, meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat tanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya di tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau Maluku.
Pada
tahun 1817, Belanda mengirim rombongan
di bawah pimpinan Van den Broek untuk mendirikan sebuah pangkalan dagang
di Bali. Namun usaha tersebut gagal karena
ditentang oleh raja-raja Bali. Sampai berakhirnya
perang Diponegoro di Jawa tahun 1830, hubungan raja-raja Bali
dengan orang eropa hanya berkisar pada perdagangan.
Raja Klungkung, Dewa Agung jambe |
Keadaan
hubungan baru mengalami perubahan setelah tahun 1841, dimana kehadiran Belanda
telah menjadi permanen, yang awalnya dilakukan dengan mengadu-domba berbagai
penguasa Bali yang saling tidak mempercayai
satu sama lain. Huskus Koopman yang diutus pemerintah Belanda berhasil
mengadakan perundingan dengan raja-raja Bali.
Sejak saat itu, Belanda sedikit demi sedikit mengurangi kekuasaan raja-raja Bali dengan jalan mengadakan perjanjian-perjanjian.
Setelah melalui proses yang panjang, pada tahun 1908 Belanda dapat menguasai Bali. Kerajaan Klungkung merupakan kerajaan berdaulat
terakhir yang mengadakan puputan melawan Belanda.
Tahun
1930 merupakan babak baru karena merupakan permulaan pergerakan kebangsaan di Bali. Organisasi kebangsaan pertama yang membuka
cabangnya di Bali adalah Budi Utomo. Penyebarannya terutama
pada golongan intelektual. Tanggal 9 September 1933 berdiri Komite Taman Siswa
di Denpasar.
Jepang
menduduki Bali selama Perang Dunia
II. Jepang mendarat di Bali tanggal 17
Februari 1942. Di era penjajahan Jepang ini, perkembangan organisasi-organisasi
politik terhenti. Jepang melarang dan membubarkan berbagai organisasi politik.
Keadaan penduduk semakin lama semakin menderita. Hal ini karena Jepang
mengerahkan segenap penduduk untuk mendukung perangnya. Banyak penduduk yang
dijadikan romusha dan harta bendanya dirampas. dan saat itu seorang perwira
militer bernama I Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan Bali
‘pejuang kemerdekaan’.
Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada bulan Agustus 1945, Belanda segera kembali ke Indonesia (termasuk Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang. Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali yang saat itu menggunakan senjata Jepang.
Pada 20 November 1946, pecahlah pertempuran Puputan Margarana yang terjadi di desa Marga, Kabupaten Tabanan, Bali tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai, yang berusia 29 tahun, memimpin tentaranya dari wilayah timur Bali untuk melakukan serangan sampai mati pada pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota batalion Bali tersebut tewas dan menjadikannya sebagai perlawanan militer Bali yang terakhir.
Pada tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta.
Gunung Agung Bali |
Bali
kemudian juga dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda
mengakui kemerdekaan Indonesia
pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali meninggalkan
perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi sebuah propinsi dari
Republik Indonesia.
Letusan
Gunung Agung yang terjadi di tahun 1963, sempat mengguncangkan perekonomian
rakyat dan menyebabkan banyak penduduk Bali
bertransmigrasi ke berbagai wilayah lain di Indonesia.
Tahun 1965, seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap pemerintah nasional di Jakarta, di Bali dan banyak daerah lainnya terjadilah penumpasan terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari 100.000 orang terbunuh atau hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian di masa awal Orde Baru tersebut sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan secara hukum.
Pelaku Bom Bali I : Mukhlas, Imam Samudra, Ali Ghufron |
Serangan
teroris telah terjadi pada 12 Oktober 2002, berupa serangan Bom Bali I 2002 di
kawasan Pantai Legian Kuta, menyebabkan sebanyak 202 orang tewas dan 209
orang lainnya cedera. Serangan Bom Bali II terjadi tiga tahun kemudian
(1 Oktober 2005) di Kuta dan Jimbaran.
Kejadian-kejadian tersebut mendapat liputan internasional yang luas karena
sebagian besar korbannya adalah wisatawan asing, dan menyebabkan industri pariwisata
Bali menghadapi tantangan berat beberapa tahun
terakhir ini.
Foto-foto : kerusakan akibat Bom Bali I, 12 Oktober 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar