______________________
Oleh : Achmad Suchaimi
Kesenian Muslim Pegayaman dalam rangka Perayaan Maulid Nabi |
Mengarak ogoh-ogoh |
Ogoh-ogoh saat Muludan sama persis dengan
ogoh-ogoh yang diarak umat Hindu menjelang Nyepi. Begitu pula dengan Seka
(kelompok) Zikir yang melantunkan sejarah hidup Nabi dengan cara mekidung,
adalah sama seperti yang dilakukan oleh umat Hindu dalam melantunkan
mantera-mantera doa Hindu.
Seni Burdah |
Tak hanya dalam soal ritual atau ibadah. Pengaruh budaya Bali pun terlihat pada masih diterapkannya Subak. Sebagian besar warga Pegayaman bekerja sebagai petani padi, kopi, maupun cengkeh. Dalam hal ini, Subak tidak hanya sebagai kelompok pengairan, tetapi juga sebagai sebuah budaya.
Sebagai
anggota Subak, para petani muslim melakukan upacara-upacara dalam urutan
pertanian. Mulai dari menanam sampai panen. Bedanya, tradisi ini dilakukan oleh
petani muslim dengan cara mengaji (membaca Al-Qur’an, Dzikir, Tahlilan dan
doa-doa Islam lainnya) di mushola-mushola dekat sumber mata air atau sawah.
Tiap selesai panen, misalnya, para petani muslim di Pegayaman melaksanakan tradisi
dzikir Abda’u, yakni tradisi tasyakuran dengan membuat sate gempol dari daging
sapi dan ketupat. Sebelum bersantap menikmati makanan ini, mereka terlebih dulu
membaca doa-doa dan puji-pujian dalam Bahasa Arab, yaitu membacakan dzikir Abda'u (abda-u bismillahi wa rahmani....)
Sistem pengairan Subak di Pegayaman. |
Budaya
“subak” tidak hanya ada di Pegayaman, akan tetapi juga di perkampungan muslim
lainnya seperti di Loloan, Yeh Sumbul dan tempat lainnya.
Dalam
tataran budaya, umat Islam di Loloan Jembrana telah “berbaur” dengan budaya
setempat. Hal ini terlihat dari lembaga adat yang tumbuh di masyarakat muslim Bali, ternyata sama dengan lembaga adat pada masyarakat
Hindu Bali. Sistem pengairan bidang pertanian tradisional (subak) misalnya,
para petani muslim menerapkan pola pengaturan air seperti yang dilakukan oleh
para petani Hindu, meskipun cara mensyukuri saat panen berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar